Temen : "Eh cita-cita terbesar kamu apa sih?"
Me :
"Hmh? Jadi Ayah yang baik.."
Lalu
dia tertawa terbahak-bahak menertawakan cita-cita saya.
Perkenalkan saya, Radityo Tranggono berumur
24 tahun berprofesi sebagai seorang buruh. Ketika banyak orang dengan latar
belakang pendidikan seperti saya menjawab "Spesialis ini itu bla bla, bla bla ini itu ini" saya cukup tersenyum dan benar-benar yakin
akan jawaban saya ingin menjadi ayah yang baik. Kelak.
Kenapa harus mencibir cita-cita Ayah
yang baik? Buat saya, cita-cita menjadi seorang ayah yang baik itu lebih susah
daripada cita-cita membangun kantor antariksa di luar angkasa, diatas bulan,
beratapkan genteng dan beralaskan tanah dengan atmosfir.
Ya saya serius, pekerjaan yang harus diapresiasi adalah menjadi ayah yang baik.
Mengapa harus diapresiasi? Karena
menjadi ayah yang baik tidak ada sekolahnya dan untuk menjadi ayah yang baik
tidak melalui ujian tertulis yang membuat kita tidak makan berhari-hari stress
menjelang wawancara atau bertelinga kebal dicerca user. Menjadi ayah yang
baik hanya butuh pengakuan. Iya pengakuan, pengakuan dari keluarga. Dan ayah
yang baik adalah pencapaian tertinggi laki-laki karena untuk menjadi ayah yang
baik dibutuhkan pengakuan dari keluarga. Dan itu sulit.
Ayah saya hanya seorang pegawai biasa, tapi
saya berani bilang beliau adalah Ayah yang baik. Beliau selalu memiliki waktu
untuk saya, mengecup kening saya sebelum tidur, membetulkan letak selimut saya
jika mulai berantakan, mengantar saya sekolah di pagi hari dan menjemput pulang les di
malam hari dan beliaulah (selain ibu saya) yang berdiri paling tegap saat saya wisuda. Dan siapa bilang ayah saya tidak sekeren laki-laki yang menduduki jabatan penting
di perusahaan?
Menjadi direktur di perusahaan
besar? Mudah. Tapi apa artinya semua pencapaian duniawi jika anak merasa
terabaikan? Jika tidak ada sapaan selamat pagi penuh cinta untuk anak-anak,
jika tidak ada tangan yang mengajari mereka menggambar, jika tidak ada
sosok ayah yang menemani anak laki-lakinya belajar naik sepeda, sosok untuk anak laki-lakinya menceritakan pengalaman di sekolah, sosok
untuk mereka menangis karena habis berantem dengan teman, sosok yang mereka cari ketika mendapatkan nilai baik,
sosok yang mereka peluk ketika mereka jatuh dan sosok yang mereka banggakan
kedepan teman-temannya. Itu peran seorang Ayah.
Cita-cita saya masih panjang. Saya
berencana buka usaha,dan saya masih berencana
menerbitkan buku biografi tentang keluarga saya. Tapi apa impian terbesar saya? Ya,
hanya menjadi ayah yang baik..
Seorang ayah yang bisa dibanggakan
dan dirindukan.
Menjadi ayah yang baik itu bukan
berarti berdiam dirumah dan hanya melakukan pekerjaan rumah saja. Perluas
pola pikir untuk kriteria ayah yang baik.. Mereka yang stunning di luar tetapi
penyayang didalam rumah. Ayah sekuat karang untuk karir tapi memiliki hati
selembut kapas; terutama dirumah. Ayah yang berdiri tegap untuk pencapaian
akademis tapi tidak malu menunduk untuk mengikat sepatu anak. Ayah yang
tersenyum akan pencapaian karir tapi mampu membacakan dongeng untuk menidurkan anak. Laki-laki yang (suatu hari) anaknya akan menulis blogpost yang sama seperti ini,
post yang ditujukan untuk ayahnya akan betapa hebat ayahnya. :)